Monday, 14 November 2022

Notes : Senin, 14 November 2022

Standard

Hari ini, aku kembali diingatkan tentang kematian yang bisa datang kapan saja. Betapa menakutkannya jika kita mengingat, bahwa malaikat maut datang mengunjungi kita 70 kali dalam sehari. Menatap wajahmu, dan bertanya pada Allah "inikah waktu untuk kucabut nyawanya ?" Lalu Allah menjawab "Belum waktunya". Lantas apakah yang sudah kita siapkan untuk menghadapi kematian itu sendiri? Dengan semua dosa dan maksiat yang telah kita lakukan, Allah masih memberikan kita waktu untuk mempersiapkan diri. Sementara kita masih saja sibuk mengejar dunia yang tak pernah ada habisnya. Bekerja, mencari uang, berfoya-foya, seolah lupa bahwa kematian bisa menghampirimu dimana saja.

Dalam keadaan apakah nanti kita saat bertemu dengan kematian? Beribadahkah? atau saat menikmati kesenangan duniawi? Sementara sholat saja aku masih suka terburu-buru. Takut tertinggal oleh dunia. Padahal, seberapa keraspun aku berlari mengejar dunia, aku akan tetap tertinggal. Kalau dipikir-pikir, kenapa kita begitu mati-matian menggapai dunia yang sudah jelas tidak akan abadi, sementara itu tidak ada yang kita siapkan untuk kehidupan setelah kematian yang kekal nanti ?

Aku teringat pada perkataan ustad di dalam kajian "jika kamu diberikan barang mewah oleh seseorang, bukankah kamu akan berterimakasih dan senantiasa mengingat orang itu tiap kali melihat pemberian darinya ?" 

Apakah kita melakukan hal yang sama atas apa yang kita dapat selama ini ? 

Mata untuk melihat, aku bisa berjalan dengan kedua kaki ini, bekerja dengan normal. Semua ini karena pemberian Allah. Seberapa lalai pun aku akan kewajibanku, nikmat yang Dia berikan selalu datang. Tidakkah kita malu, diberikanNya kita kaki agar bisa berjalan, tapi kenapa sulit sekali membawanya melangkah ke masjid.

Terkadang kita selalu membuat rencana kehidupan, tetapi jika gagal, kenapa harus menyalahkan Allah? Padahal bisa jadi gagalnya rencana yang telah kita buat akan membawa kita kepada takdir yang lebih indah, selama kita berprasangka baik pada takdir. 

Kalau dulu perjuangan Rasulullah adalah melawan kaum Jahiliah dalam berdakwah, sekarang kita melawan diri sendiri dari rasa malas. Cobaan ibadah kita hanyalah soal waktu yang tidak sempat dan rasa malas. Jika kita ingat kembali pada zaman nabi, jangankan beribadah, mengaku sebagai muslim pun mereka bisa kehilangan nyawa. 

Aku jadi penasaran, kalau aku hidup di zaman nabi, kira-kira aku bakalan jadi pengikutnya Abu Jahal atau Rasulullah ya ?

Kenapa ya, godaan jin itu kuat banget. Padahal perintah ibadah itu kalau dilakukan gak lebih dari 15 menit. Dalam satu hari Allah meminta kita menyisihkan waktu yang tidak sampai 1 jam itu untuk "menyapa-Nya" dalam sholat . Bahkan tujuan dari perintah sholat itu salah satunya sebagai cara yang diberikan Allah untuk kita bercerita, mengadu, dan memohon tentang apapun. Kalau dipikir-pikir pun justru kita yang sebenernya butuh banget sholat untuk sandaran. 


Hari ini, aku kembali diingatkan tentang kematian yang bisa datang kapan saja. Betapa menakutkannya jika kita mengingat, bahwa malaikat maut datang mengunjungi kita 70 kali dalam sehari. Menatap wajahmu, dan bertanya pada Allah "inikah waktu untuk kucabut nyawanya ?" Lalu Allah menjawab "Belum waktunya". Lantas apakah yang sudah kita siapkan untuk menghadapi kematian itu sendiri? Dengan semua dosa dan maksiat yang telah kita lakukan, Allah masih memberikan kita waktu untuk mempersiapkan diri. Sementara kita masih saja sibuk mengejar dunia yang tak pernah ada habisnya. Bekerja, mencari uang, berfoya-foya, seolah lupa bahwa kematian bisa menghampirimu dimana saja.

Dalam keadaan apakah nanti kita saat bertemu dengan kematian? Beribadahkah? atau saat menikmati kesenangan duniawi? Sementara sholat saja aku masih suka terburu-buru. Takut tertinggal oleh dunia. Padahal, seberapa keraspun aku berlari mengejar dunia, aku akan tetap tertinggal. Kalau dipikir-pikir, kenapa kita begitu mati-matian menggapai dunia yang sudah jelas tidak akan abadi, sementara itu tidak ada yang kita siapkan untuk kehidupan setelah kematian yang kekal nanti ?

Aku teringat pada perkataan ustad di dalam kajian "jika kamu diberikan barang mewah oleh seseorang, bukankah kamu akan berterimakasih dan senantiasa mengingat orang itu tiap kali melihat pemberian darinya ?" 

Apakah kita melakukan hal yang sama atas apa yang kita dapat selama ini ? 

Mata untuk melihat, aku bisa berjalan dengan kedua kaki ini, bekerja dengan normal. Semua ini karena pemberian Allah. Seberapa lalai pun aku akan kewajibanku, nikmat yang Dia berikan selalu datang. Tidakkah kita malu, diberikanNya kita kaki agar bisa berjalan, tapi kenapa sulit sekali membawanya melangkah ke masjid.

Terkadang kita selalu membuat rencana kehidupan, tetapi jika gagal, kenapa harus menyalahkan Allah? Padahal bisa jadi gagalnya rencana yang telah kita buat akan membawa kita kepada takdir yang lebih indah, selama kita berprasangka baik pada takdir. 

Kalau dulu perjuangan Rasulullah adalah melawan kaum Jahiliah dalam berdakwah, sekarang kita melawan diri sendiri dari rasa malas. Cobaan ibadah kita hanyalah soal waktu yang tidak sempat dan rasa malas. Jika kita ingat kembali pada zaman nabi, jangankan beribadah, mengaku sebagai muslim pun mereka bisa kehilangan nyawa. 

Aku jadi penasaran, kalau aku hidup di zaman nabi, kira-kira aku bakalan jadi pengikutnya Abu Jahal atau Rasulullah ya ?

Kenapa ya, godaan jin itu kuat banget. Padahal perintah ibadah itu kalau dilakukan gak lebih dari 15 menit. Dalam satu hari Allah meminta kita menyisihkan waktu yang tidak sampai 1 jam itu untuk "menyapa-Nya" dalam sholat . Bahkan tujuan dari perintah sholat itu salah satunya sebagai cara yang diberikan Allah untuk kita bercerita, mengadu, dan memohon tentang apapun. Kalau dipikir-pikir pun justru kita yang sebenernya butuh banget sholat untuk sandaran. 


0 komentar:

Post a Comment